Novel Koplak: Ketika Patriarki juga Menindas Laki-Laki
Judul buku | : | Koplak |
Pengarang | : | Oka Rusmini |
Penerbit | : | Grasindo |
Tahun terbit | : | 2019 |
Tidak seperti tulisan Oka lainnya yang bercerita tentang perempuan Bali, novelnya kali ini berkisah tentang sosok laki-laki. Koplak, seorang duda dengan anak perempuannya bernama Ni Luh Putu Kemitir. Hidup dalam kesederhanaan sebagai kepala desa dengan penduduk desa yang hidup bertani, Koplak mempertanyakan berbagai hal, mulai dari keluarga hingga polemik politik.
Apa yang menarik dari buku ini? Maskulinitas yang dilekatkan pada laki-laki bagai ditepis oleh Koplak! Sebagai seorang duda, Koplak merasa tidak harus menikah lagi. Sebagai seorang duda, ia tidak masalah membesarkan anak perempuannya seorang diri. Sebagai seorang pemimpin desa yang ingin maju kampanye, ia tidak ambil pusing kalau harus punya pasangan alias istri di depan publik. Sebagai orang Bali, ia bersyukur punya seorang anak perempuan-tanpa anak laki-laki!
“Laki-laki dianggap tidak wajar kalau menduda seumur hidupnya. Laki-laki dianggap aneh kalau tidak bisa menghasilkan keturunan anak laki-laki. Laki-laki dianggap aneh kalau membesarkan anak seorang diri.”
Kalau melihat narasi Oka di berbagai novelnya, kita bisa melihat bagaimana patriarki dan budaya benar-benar mempersempit ruang gerak perempuan. Menindas perempuan. Mematikan jiwa perempuan. Dalam penokohan Koplak ini, patriarki itu sendiri juga menghujam laki-laki dengan beragam tuntutan. Laki-laki dianggap tidak wajar kalau menduda seumur hidupnya. Laki-laki dianggap aneh kalau tidak bisa menghasilkan keturunan anak laki-laki. Laki-laki dianggap aneh kalau membesarkan anak seorang diri.
Oka juga menceritakan problema politik yang terjadi di tanah air belakangan ini. Ketika agama menjadi candu, ketika intoleransi kian menebal, ketika update media sosial lebih penting dibanding dunia nyata, dan ketika pencitraan hanyalah bualan dan pembohongan publik semata! Koplak mempertanyakan berbagai hal di tengah mimpinya yang sederhana: bagaimana hidup bahagia.
(Andi Nur Faizah)