Tragedi Mei 1998: Luka Perempuan yang Tak Terlupakan

Judul buku:Mei Merah 1998 (Kala Arwah Berkisah)
Pengarang:Naning Pranoto
Penerbit:Buku OBOR
Tahun terbit:2018
Dimensi buku:Viii + 222 hlm; 13 x 18 cm

“Hai para lelaki bejat, di manakah sekarang kalian bersembunyi? Masih hidup atau sudah mati? Atau berbagai bentuk azab dunia telah mengebiri penis kalian yang buas itu? kalian pengecut, sungguh pengecut karena bersembunyi di balik topeng-topeng dan kain penutup wajah kala beraksi memperkosa. Bahkan di antara kalian ada yang mengenakan helm agar tidak dikenali. Benci! Benci! Sungguh benci aku sama kalian.”

Terinspirasi dari tragedi Mei 1998, ketika perempuan Tionghoa mengalami kekerasan seksual dan trauma mendalam, Pranoto menuliskan kisah fiksi berjudul “Mei Merah 1998: Kala Arwah Berkisah”. Novel ini berkisah tentang seorang perempuan Tionghoa bernama Humaira yang telah menjadi arwah karena bunuh diri. Tindakan bunuh diri tersebut ia lakukan sebab Humaira adalah korban pemerkosaan tragedi Mei 1998 dan dirinya mengalami depresi berat akibat mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Humaira meninggalkan seorang bayi sebelum dirinya meninggal dunia dan anaknya dinamai Lukluk. Beranjak dewasa, Lukluk yang tidak mengenal ibu kandungnya tersebut mencoba untuk mencari tahu siapa ibunya yang sesungguhnya. Dalam pencariannya tersebut, Lukluk menemui berbagai fakta dan pengalaman mengejutkan.

Novel ini menggunakan dua sudut pandang, yakni Humaira sebagai arwah dan Lukluk sebagai anak yang mencari ibu kandungnya. Narasi arwah yang berkisah ini menyiratkan sejarah tragedi Mei 1998, khususnya pada perempuan Tionghoa yang mengalami kekerasan seksual, kebrutalan yang dilakukan secara sistematis, dan politik tubuh perempuan. Membaca novel ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai sejarah kelam Indonesia, pemerkosaan perempuan Tionghoa.

Masih terdapat beberapa kesalahan pengetikan maupun ejaan yang disempurnakan (EYD) dan cukup mengganggu ketika membaca novel ini. Namun bagaimanapun, novel ini sangat menarik untuk dibaca sebab kita sebagai anak negeri tidak akan pernah lupa dengan sejarah bangsa, Indonesia.

(Andi Nur Faizah)

Written by

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *