Mencium Wangi Bunga Bangkai
Terbangkanlah kelopak mawar kepadanya
Seorang gadis yang melihat sebuah kampus dari televisi berwarna tetangganya
Ia berpikir, apa yang dilakukan orang2 muda di sana?
Apakah mereka juga sama dengannya, makan nasi dan ikan laut tiap harinya?
Kalungkanlah selendang hijau pupus diatas dadanya
Gadis yang paham apa yang harus dilakukan, meski bukan kewajibannya
Dia berani melipat tangan dan mendongakkan wajahnya kepada pemimpin berjakun itu
Tidak ada yang dia pedulikan
Dia hanya ingin keluar dari desanya
Bunyikan bel kuil itu sampai ia terhenti sendiri
Raungan pengalaman di sekitarnya, putus sekolah, perjodohan, perkawinan usia anak, beban ganda, perceraian, dan sebagainya.
Begitu alur ceritanya seperti hujan membasahi sawah dan kumbilinya
Ada bunyi gerigi berdenyit sangat berisik dari sepeda klobot depan rumah
Tak lama, disusul langkah teman sekolah dasarnya yang sudah berusia 12 tahun
Dalam kesempatannya dia berkacak pinggang seraya berkomat kamit sumpah serapah
Lalu, ia menyadari, membuka buku dan tulisannya dari guru Agama Islam, Pak Cecep tentang perempuan tangguh
Kini ia menyadari bunga bangkai itu telah terbentang di hadapannya
Pengetahuan dan masa depan harus di tangannya
Tidak ada yang didapat dengan mudah
Tidak ada yang kebetulan, kan?
Dia meyakini semesta punya maksud
Fitria Sari, 2018