Berpangku Dagu
Puan, saya dirayakan di ujung jurang
Apapun ia berikan, sejalan dengan ego dan amarahnya
Tapi tidak selalu, meski berulang
Sering, namun ujungnya berakhir dengan bahagia
Kadang saya merasa bodoh
Kadang saya merasa hebat
Kadang saya merasa bangga
Kadang juga merasa saya siapa
Tuan, tentang apa bab dan pasalnya?
Apakah tentang kehancuran Majapahit?
Atau tentang manusia yang bingung dengan kerjanya?
Yang jelas, tentu bukan tentang cerita yang pahit?
Perihal menjaga, Tuan sudah tidak percaya
Perihal ekspektasi, Tuan juga tidak berasa
Tapi mengapa Tuan, sekali pernah berdoa
“Bolehkah ku berharap suatu saat kita selalu dekat dan bersama”
Puan, bagian mana yang saya masih belum mengerti
Tentang awal dan akhir yang sama-sama saya takutkan?
Mungkin ceritanya masih berlanjut, tapi saya tidak lagi menjadi cerita
Maka akan saya biarkan kertas akhirnya kosong
Tuan, saya juga akan rayakan
Maka sekarang saya menutup mata untuk melihatmu
Tuan, doaku untuk kesembuhan
Sepertinya takdir pemenangnya, kita sama-sama berpangku dagu
Fitria Sari
Jaksel, 19 Jan ‘24